Kamis, 27 Oktober 2022

Van Putih

      Pagi ini aku berangkat pagi. Tidak seperti biasanya, aku berangkat menaiki bus kota kelas ekonomi yang supirnya telah ku kenal dengan baik. Bus telah datang di koridor antar kota antar provinsi. Semula aku duduk dengan cemas, tapi kini aku merasa lega dan bergegas menaiki bus itu. 

Tempat taujuanku tidak terlalu jauh, hanya beda kota,namun tak lebih dari setengah jam perjalanan. Sepertinya. Aku tak terlalu yakin. Aku bertanya pada Pak Dasir, supir bus yg duduk di sampingku. "Masih jauh Bu" katanya. Kuletakkan punggungku lagi ke sandaran kursi penumpang. 

Aku mendengar suara sirine meraung dari belakang bus. Pak Polisi di depan pos melambai-lambaikan tangannya, mungkin supir kami diminta menerobos lampu merah di depan. Apa boleh? Pikirku.

Benar saja, Pak Dasir membawa laju bus ini dan menembus lampu merah tepat polisi itu berdiri. Dan tidak terjadi apapun. Aku lega. Kalau ditilang, aku bisa terlambat.

Lalu sebuah van putih terlihat menyalip, itulah sumber suara raungan sirine tadi. Mereka menuju kemana ya? Aku tidak mau menjadi penumpangnya. Aku masih ingin melihat cucuku tumbuh besar. Sekali lagi kulihat bekas luka yang masih terbuka di lengan kananku. Sudah agak kering, namun entah mengapa gatal rasanya.

"Sudah mau sampai Bu, monggo" ucap Pak Dasir sambil menunjuk pintu bus. Ah, masih pukul 7, syukurlah. Semoga antriannya belum banyak.

"Masakit! masakit!" Seru kernet bus . Bus pun berhenti di depan rumah sakit Sleman. " Mriki mawon Pak" kataku pada Pak Dasir. "Kulo paske Bu" jawabnya. Aku diturunkan di depan UGD " matur nuwun Pak" lalu aku dibantu satpam menyebrang. 

Di depan pintu masuk rumah sakit sudah ada yang menyambutku, seorang perawat seusia anak bungsuku. "Monggo Bu, sudah saya ambilkan antrean, kita masuk ruang operasi setengah jam lagi nggih" sapanya sambil menggandeng tanganku.