Ciplukan adalah tanaman yang berbentuk bulat dengan
kantong yang membungkusnya. Physalis peruviana L adalah spesies yang berasal
dari peru sedangkan Physalis angulata L adalah spesies yang biasa kita
lihat di sekitar kita. Buah ini dapat disebut sebagai makanan fungsional karena
kandungan bioaktif yang terkandung didalamnya. Anggota dari famili Solanaceae
ini memiliki kandungan senyawa kimia yaitu senyawa fenol antara lain alkaloid,
flavonoid, selain itu ciplukan juga mengandung asam sitrat dan saponin.
Fungsinya sebagai antioksidan dan obat berbagai penyakit seperti diabetes dan
hipertiroid.
Buah ini dapat dikonsumsi
dalam bentuk segar, jus, jelly, atau ditambahkan dalam salad, atau roti
(Ramadan, 2011). Di Negara-negara subtropis buah ini telah dikonsumsi secara
komersial (Novoa et al., 2006).
Buah ini dapat bertahan selama 1 bulan apabila masih terbalut kelopaknya dan
hanya 4-5 hari apabila sudah dipisahkan dengan kelopaknya, maka para produsen
mengolahnya menjadi bentuk kering untuk tujuan keamanan dalam transportasi dan
penyimpanan.
Pengeringan merupakan metode pengawetan makanan yang
cukup lama dilakukan. Penggeringan dengan microwave merupakan metode alternative dengan berbagai keuntungan
disbanding metode konveksi yang lebih populer keuntungannya antara lain
perpindahan energy yang seragam, konduktifitas panas yang tinggi pada bagian
dalam materialnya, sanitasi yang baik, hemat energy, dan prosesnya terkontrol. Sebuah
penelitian oleh Izli et al (2013) menunjukkan total fenol dalam buah ciplukan
(Physalis peruviana L) yang telah dikeringkan dengan microwave 160 W memiliki
kandungan fenol dan kapasitas antioksidan lebih tinggi disbandingkan dengan
metode konveksi dan kombinasi microwave dan konveksi. Uji warna juga
menunjukkan metode ini memiliki poin warna paling baik dengan kecerahan, corak
kemerahan/kehijauan dan corak kekuningan/ kebiruan yang mendekata warna buah
segar.
Meskipun dalam penelitian
tersebut kandungan fenol dan antioksidan jauh dibawah buah segar. Proses
pengeringan telah memberikan keuntungan nilai tambah dalam ketersediaan buah
ini. keberadaan ciplukan di Indonesia juga cukup banyak hanya saja. Pengetahuan
mengenai manfaatnya yang bernilai ekonomis tinggi belum banyak diketahui
sehingga pembudidayaannya masih sangat minim. Semakin luasnya akses pengetahuan
mengenai buah ini dan pemanfaatannya diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
pangan lokal yang dapat dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Izi, Nazmi et al. 2014. Effect of different drying methods on
drying characteristics, colour, total phenolic content and antioxidant capacity
of Goldenberry (Physalis peruviana L.) International
Journal of Food Science and Technology 2014, 49, 9–17
Novoa, H.R., Bojaca, M., Galvis, J.A. & Fischer, G. (2006). Fruit
maturity and calyx drying influence post-harvest behavior of Cape gooseberry
(Physalis peruviana L.) stored at 12 \ C. Agronomia Colombiana, 24, 77–86.
Ramadan, M.F. (2011). Bioactive phytochemicals, nutritional value, and
functional properties of Cape gooseberry (P. peruviana): an overview. Food
Research International, 44, 1830–1836.
Sutjiatmojo, Afifah B, dkk. 2011. EFEK ANTIDIABETES HERBA CIPLUKAN (Physalis
angulata LINN.) PADA MENCIT DIABETES DENGAN INDUKSI ALOKSAN Jurnal Farmasi Indonesia Vol.5 No 4 Th 2011.
Image https://wedangberashitam.files.wordpress.com/2014/09/buah-ciplukan-2.jpg
Image https://wedangberashitam.files.wordpress.com/2014/09/buah-ciplukan-2.jpg